Bagaimana, sih, ihwal munculnya penyakit itu? Dr. Eriyati Indrasanto, Sp.A,
menjelaskan bahwa progeria adalah kelainan genetik yang memang sangat
jarang terjadi. Progeria berasal dari bahasa Yunani yaitu geras
yang berarti usia tua. Jadi si penderita mengalami penuaan dini dengan
kecepatan yang berkisar 4-7 kali lipat dari proses penuaan normal.
Contoh konkretnya, bila si anak yang mengalami progeria berumur
10 tahun, maka penampilannya akan tampak seperti orang berusia 40-70
tahun! Artinya, semua organ tubuh si bocah, termasuk organ pernapasan,
jantung, maupun sendi-sendinya sudah mengalami kerentaan.
Menurut
penjelasan ilmiahnya, lanjut Eriyati, telah terjadi mutasi gen tunggal
yaitu pada gen LMNA yang bertanggung jawab terhadap pembentukan protein
lamin A dan lamin C. Protein ini bertugas menstabilitasi selaput dalam
dari inti sel (inner membrane). Diduga ketidakstabilan
karena mutasi itulah yang menyebabkan terjadinya penuaan dini pada
anak-anak penderita progeria. "Sayangnya, sampai sejauh ini hasil
penelitiannya masih sebatas itu."
Kasus
progeria pertama kali dikemukakan oleh Dr. Jonathan Hutchinson pada
tahun 1886 dan oleh Dr. Hastings Gilford sebelas tahun kemudian. Makanya
penyakit ini sering disebut sebagai Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS).
KENALI GEJALA KLINIS
Progeria
berbeda dengan penyakit-penyakit lain yang biasanya sudah bisa
terdeteksi saat masih bayi, bahkan selagi masih dalam kandungan.
Penyakit ini justru muncul setelah anak berusia satu tahun. Tak heran
kalau di rentang usia 0-1 tahun ia kelihatannya normal-normal saja, baru
selewat usia itu akan terlihat jelas proses penuaannya. Eriyati sendiri
tak mengetahui secara pasti kenapa penuaan tersebut mulai terjadi di
usia satu tahun dan bukannya kurang atau lebih dari angka tersebut.
Gejala
yang bisa berakibat fatal adalah jika mengalami kekakuan pembuluh
darah. Terlebih bila kekakuannya terjadi di pembuluh darah jantung, maka
kemungkinan besar si penderita akan mendapat serangan jantung atau
stroke. "Pembuluh darah jantung mesti diperhatikan karena menjadi
penyebab utama kematian di kalangan penderita progeria. Salah satu jalan
keluarnya adalah operasi by pass."
Akibat
adanya mutasi gen itu pula, perkembangan tulang penderita progeria akan
terganggu dan mengalami degenerasi tulang. Dengan begitu, kalau
dihitung-hitung pertumbuhan tulangnya cuma setengah atau bahkan
sepertiga dari pertumbuhan tulang anak normal seusianya. Makanya kalau
diperhatikan dengan saksama, yang bersangkutan akan terlihat seperti
orang yang sudah tua. Meski begitu, mata seorang penderita progreria
tidak pernah mengalami katarak layaknya kaum lanjut usia. "Kenapa bisa
demikian? Itu juga masih belum diketahui," tandas Eriyati.
Untungnya,
faktor intelegensi atau perkembangan kemampuan berpikir anak penderita
progreria tidak terganggu. Hanya saja secara psikologis, mungkin ia
relatif sensitif karena merasa dirinya berbeda dari teman-temannya atau
tak bisa selincah anak seusianya. "Dia hanya bisa melakukan
permainan-permainan yang tak membutuhkan banyak tenaga karena mudah
capek."
TAK BISA DIOBATI
Untungnya
lagi, populasi penderita progeria masih sangat jarang, diperkirakan
hanya satu dari delapan juta orang. Bahkan di seluruh dunia diduga kasus
progeria cuma dialami oleh 30-40 orang. Saking sedikitnya kasus yang
muncul, tak heran bila penelitian-penelitian mengenai penyakit ini masih
belum banyak.
Eriyati
sendiri mengaku baru kali ini menemukan kasus progeria di Indonesia.
Dulu, ia sempat mendengar kabar dari pakar genetika kedokteran, Prof.
Dr. dr. Wahyuning Ramelan, MD. Ph.D. yang pada tahun 1970-an pernah
bertemu seorang dokter dari Solo yang mengkonsultasikan kasus serupa.
"Beliau hanya melihatnya dari foto dan menduganya progeria. Tapi setelah
itu kabar tentang si pasien tidak pernah ada lagi."
Yang
membuat hati miris, rata-rata penderita progeria hanya bisa
bertahan hidup hingga umur 14 tahun. Dapat dihitung dengan jari
penderita progeria yang bisa mencapai usia 20 tahunan. "Mungkin hanya
satu atau dua orang saja, karena organ tubuhnya seperti orang tua. Coba
14 dikalikan tujuh, di usia itu kondisi tubuhnya sudah seperti orang
yang berusia 98 tahun."
Sedihnya
lagi, hingga saat ini tidak ada terapi atau pengobatan sama sekali bagi
para penderita progeria. Pengobatan yang bisa dilakukan baru sebatas
simptomatik atau menangani gejala-gejala yang timbul dan bukannya
mengobati penyakit itu sendiri. Jadi bila anak progeria panas, ia akan
diberi obat penurun demam dan kalau diare akan diberi obat antidiare.
Sementara kekakuan sendi-sendinya diminimalkan dengan fisioterapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar